Monday, February 18, 2013




"terkadang seseorang membutuhkan waktu untuk menyendiri
tujuannya, agar ia dapat menyikapi kehidupan dengan lebih baik
tanpa ada ocehan atau ucapan yang dapat mempengaruhinya"

kutipan itu membuat saya berjalan-jalan sejenak
melipir ke pusat kota Jakarta
dan menikmati serta melihat jakarta dari sudut yang berbeda

ya waktu itu saya sangan menikmati hari dimana saya mempunyai waktu untuk diri saya sendiri
saya memang tidak sendiri, hanya berdua
tapi saya sangat menikmati waktu untuk diri saya sendiri saat itu

siang itu langit Jakarta tidaklah cerah
mendung
hujan nampaknya sudah tidak sabar ingin membasahi Jakarta siang itu
tapi tidak menyurutkan keinginanku untuk menjajaki Monas siang itu

berbekal dengan uang Rp. 20000,- aku sudah bisa menikmati Monas dan pelatarannya
ya aku naik sampai ke puncak Monas





diatas puncak Monas, kita dapat melihat gedung-gedung angkuh dan kokoh yang membelah langit Jakarta
aku geli sendiri melihat rumah-rumah disekitarnya yang nampak kecil sekali
tapi gedung-gedung tersebut terlihat dingin, angkuh dan tidak menampakan kesan hangat seperti rumah di sekitarnya


dan disudut yang berbeda aku melihat masjid yang berdiri kokoh, megah, tapi tidak angkuh seolah menyimbolkan kehangatan dan kenyamanan
berdiri megah ditengah bangunan yang beraneka ragam, masjid ini menjadi centre of interest pada sudut ini
ya dia adalah Masjid Istiqlal

setelah dari Monas, aku pergi menuju plantarium
planetarium yang letaknya di Taman Ismail Marzuki ini tidak terlalu jauh jaraknya dari Monas
sebenarnya tujuan awalku memang ke sini tapi karena datang lebih awal aku harus mengulur waktu sejenak

hanya dengan Rp. 7000,- aku dapat merenung ditemani bintang-bintang
walaupun hanya sebuah proyeksi tapi aku merasa itu sangat nyata
aku sudah menyiapkan iPod-ku dan memilih lagu-lagu yang akan aku dengarkan saat melihat bintang-bintang tersebut



"bola" ini yang akan menemani "perjalanan" luar angkasaku


Don't you remember by Adele, sebagai lagu pembuka dimana bintang-bintang mulai menampakan wujudnya
dan seketika itu aku menangis, bulir-bulir air mata jatuh ke pipiku
aku bersyukur karena itu gelap sekali sehingga tidak ada seorang pun melihat
satu demi satu memori tentang F datang silih berganti
dan aku (masih) menangisinya

seiring dengan berakhirnya pertunjukan yang berlangsung satu jam tersebut
aku berhenti menangis
dan untungnya aku dapat mengatasi mata sembabku tersebut

coba saja kalian merenung sejenak di planetarium, hanya diam menatap langit dengan alunan lagu yang kalian sukai
dan renungkan apa saja, hanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.










No comments:

Post a Comment